IQNA

Bagaimana Puasa Membantu Memperkuat Ketakwaan?

19:00 - April 19, 2023
Berita ID: 3478291
TEHERAN (IQNA) - Dalam agama Islam, puasa diekspresikan sedemikian rupa sehingga selain bagian fisik tubuh, juga membantu membersihkan bagian batin seseorang.

Puasa adalah salah satu ibadah yang paling utama, yang tidak khusus untuk komunitas Islam. Menurut Alquran, semua bangsa harus melakukan ibadah ini sebagai kewajiban, dan ada banyak referensi tentang puasa dan bulan Ramadhan dalam ayat-ayat Alquran.

Dalam surah Al-Baqarah, ayat 183, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” Allah menjelaskan filosofi berpuasa adalah mendapatkan ketakwaan.

Puasa dalam agama Islam selain puasa anggota tubuh juga harus puasa batin. Karena puasa merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Tentu saja, agama Islam menyempurnakan semua agama samawi dan memiliki segala sesuatu yang tidak dimiliki oleh agama lain, serta telah melengkapi hukum-hukum lainnya..

Cara berpuasa bagi pengikut nabi terakhir adalah dengan menghindari segala jenis makan dan minum, merokok, dan hubungan seksual yang sah dari azan subuh, dan puasa adalah wajib. Seseorang dapat berpuasa pada hari-hari lain, tetapi puasanya adalah mustahab.

Jika ditanya bagaimana puasa membuat seseorang mencapai derajat takwa, jawabannya harus dikatakan bahwa ketika seseorang berpuasa dan menanggung kesulitannya, dia mendekatkan diri kepada Tuhan dan meskipun dia lapar dan haus, dia menahan diri dari makan dan minum. Dan kesabaran meningkatkan ketakwaan pada manusia. Orang yang berpuasa menahan hawa nafsunya dan tunduk pada perintah dan larangan Allah. Maka terciptalah ketakwaan dalam dirinya dan jika dengan ketakwaan maka akan dikuatkan dalam dirinya.

Menurut hadis, semua tindakan orang yang berpuasa dianggap sebagai tindakan ibadah, dan bahkan nafas dan tidur orang yang berpuasa adalah tasbih. Dan ketika setiap tindakan manusia adalah manifestasi dari ibadah ilahi, itu menunjukkan pentingnya puasa; ketika seseorang menahan lapar dan haus, dia menghargai nikmat Allah, karena makanan dan air tersedia untuknya, tetapi dia tidak bisa memakannya. Oleh karena itu, jiwa syukur terhadap nikmat tercipta dalam diri manusia dan ia mensyukuri nikmat tersebut.

Pada ayat berikutnya, disebutkan bahwa mereka yang tidak mampu berpuasa dan sudah tua atau memiliki penyakit kronis harus membayar kafarah sebagai gantinya; kafarah memiliki jumlah tertentu, tetapi jika seseorang ingin memberi lebih banyak, itu menguntungkannya. Seorang musafir dan orang sakit tidak boleh berpuasa karena jika puasa itu wajib di satu tempat, namun haram dan batal di tempat lain. Imam Shadiq (as) mengatakan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui tidak berhak berpuasa dan harus memikirkan janin dan anaknya.

*  Kutipan dari wawancara Mohammad Sadegh Yousefi Moghadam, kepala Lembaga Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan Quran, dengan IQNA

4129629

captcha